Riwayat Sisingaan, Kritikan Ala Orang Sunda
Boneka berbentuk Singa itu dinaiki oleh seorang bocah yang nampak polos. 4 orang lelaki menggotong boneka singa itu dengan palang bambu di punggung mereka. Irama kendang, kempul, gong, serta terompet bersahut-sahutan rancak. Pengusung keranda berupa singa atau Sisingaan itu umumnya lebih satu barisan. Mereka menari serta berlaga mempertontonkan beberapa gerakan yang rampak, terkadang akrobatik.
Sisingaan, menurut T Dibyo Harsono, dalam buku Bunga Rampai Riwayat serta Kebudayaan (Jawa Barat) (2010) ialah kesenian ciri khas Kabupaten Subang yang diikuti adanya bentuk-bentuk keranda atau boneka yang seperti singa. Keranda itu diusung oleh kelompok penari yang lakukan beberapa pertunjukan iringan musik tradisionil.
Menariknya, Sisingaan di Subang memiliki latar riwayat yang kuat. Kenapa bentuk seperti singa yang dibikin? Kenapa harus diusung atau dipanggul sekalian diarak? Kenapa harus anak kecil yang duduk di atas Sisingaan? Kenapa iringannya memakai gong, ketok, kendang, serta suling?
Semua pertanyaan itu diuraikan oleh periset budaya alumnus Antropologi Kampus Gajah Mada itu dalam buku yang diedarkan oleh Balai Pelestarian Riwayat serta Nilai Tradisionil Bandung yang didukung oleh Kementerian Kebudayaan serta Pariwisata.
Kesenian Ciri khas Subang
Sisingaan, yang biasa diberi nama Gotong Singa, Singa Ungkleuk, Singa Depok, Kuda Ungkleuk, Pergosi, atau Odong-odong ini benar-benar sangat terkenal di daerah Kabupaten Subang. Sebab karena sangat jumlahnya macam nama serta group kesenian itu karena itu perlu dilaksanakan persetujuan untuk mendapatkan kesepakatan bersama-sama.
Suwardi Alamsyah, dari Tubuh Pelestarian Nilai Budaya Bandung (BPNB), dalam tulisannya mengenai Sisingaan untuk kesenian tradisionil Kabupaten Subang membahas proses itu. Yang pertama lakukan usaha mempersatukan beberapa jenis kesenian arak-arakan itu ialah Bupati Subang periode 1978-1988 yaitu Ir Sukanda Kartasasmita. Ia serta perlu membuat seminar spesial mengenai Sisingaan pada 1989 untuk cari persetujuan serta lakukan pembakuan pada kesenian ciri khas Kabupaten Subang ini.
Kembali pada buku T Dibyo Harsono, yang sekarang ini masih tertera untuk ASN di BPNB Bandung , ia mencari munculnya kesenian Sisingaan ini semenjak awal era 19. Pada jaman itu, daerah Subang serta sekelilingnya ialah sisi dari wilayah yang diberi nama "Pamanoekan en Tjiasemlanden" atau wilayah yang ada antara Pamanukan serta Ciasem. Kependekannya dengan bahasa Inggris ialah P & T Lands.
Kenapa penamaan daerah itu dipersingkat dengan bahasa Inggris? Dibyo menerangkan jika kerangka jaman itu di seputar tahun 1811 sampai 1816 ialah jaman kongsi di antara Belanda serta Inggris di Jawa Barat. Untuk penguasa politik ialah Belanda, sedang perebutan ekonomi diberikan (beberapa) pada Inggris.
Buku Sugar Steam and Steel, karangan Roger Knight (2014), memberikan keterangan kenapa perebutan ekonomi alias pembukaan teritori industri baru diberikan pada Inggris. Jawabannya ialah masalah efektivitas budget pemerintah Belanda dengan datangkan investasi di bagian industri gula yang sedang bagus prospeknya pada saat itu. Konon investasi besar industri gula diawalnya era 19 itu yang membuat beberapa kota di Jawa dari barat sampai ke timur.
Mengkritik Kolonialisme Inggris
Wilayah P&T, atau wilayah Subang serta sekelilingnya yang terdapat di samping utara gunung Tangkuban Parahu juga dikenal untuk daerah Doble Bestuur atau dua teritori spesial. Kenapa spesial? Sebab diperkirakan untuk tempat peningkatan perkebunan sekaligus juga industri gula dengan memakai tehnologi serta mesin-mesin paling baru.
Di saat itu, menurut Dibyo, warga Subang diperkenalkan dengan dua simbol penguasa. Yang pertama ialah mahkota sebagai simbol Belanda. Yang ke-2 ialah tiga singa yang disebut simbol kekuasaan Inggris. Di bawah kekuasaan Inggris berikut, warga Subang mendapatkan desakan ekonomi yang kuat. Semua jenis langkah dikeluarkan Inggris untuk mengeluarkan tenaga kerja yang benar-benar diperlukan buat pembukaan pabrik gula baru. Termasuk juga salah satunya dengan pemaksaan serta pengecohan.
Di titik ini warga Subang, meskipun tidak berkapasitas hadapi pemaksaan, mereka lakukan perlawanan semampu mereka. Saat perlawanan fisik tidak sangat mungkin, warga Subang lakukan perlawanan berbentuk kebudayaan. Wujudnya ialah kesenian Sisingaan.
Pikirkan, kekuasaan industri kolonial inggris yang disimbolkan dengan Singa, dalam imajinasi orang Subang, dapat dikalahkan oleh seorang bocah yang dapat menungganginya. Kesenian ciri khas Permainan Draw Poker orang Sunda, yang dimiliki oleh beberapa wilayah lain mempunyai cara-cara untuk lakukan 'perlawanan'. Yang pertama ialah silib atau menyampaikan opini tapi tidak dengan cara langsung. Yang ke-2 ialah kritik atau bercerita suatu hal ironi atau kritikan. Yang ke-3 ialah siloka atau membuat pelambang. Serta yang ke-5 ialah sasmita atau memberikan contoh yang memiliki arti.
Warga Subang atau aktor seni budaya di Subang mengekspresikan pandangan mereka lewat kritikan. Pemaksaan kolonialisme Inggris yang membuat mereka menanggung derita mereka kritik dengan Sisingaan. Kesenian Sisingaan ialah langkah berontak orang Subang pada penjajah yang direalisasikan untuk Singa. Singa ini menjajah sebab ia mencapai, atau diusung di atas kesengsaraan orang Subang yang dipandang bodoh serta miskin. Orang Subang mengharap kelak generasi muda yang disimbolkan dengan anak kecil penunggang Sisingaan ini bisa bangun menyingkirkan penjajah.

No comments:
Post a Comment